Rabu, 11 Juni 2014 | 01:02 WIB
Ahli yang dihadirkan calon Anggota DPD Bengkulu terpilih Maruarar Siahaan Seusai pengucapan sumpah dalam sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Legislatif 2014 untuk Provinsi Bengkulu. Foto Humas/Ganie. |
Hal tersebut diperkuat dengan keterangan Maruarar Siahaan sebagai ahli yang dihadirkan oleh pemohon dengan perkara teregistrasi nomor 09-09/PHPU-DPD/XII/2014. Dalam sidang yang dipimpin Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva, Maruarar mengungkap isi Putusan Pengadilan Negeri Argamakmur, Kabupaten Bengkulu Utara yang berkekuatan hukum tetap. Putusan bertanggal 23 April 2014 tersebut, menyatakan terdakwa Asdi Dahlan terbukti secara meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ikut serta sebagai pelaksana kampanye pemilu dan menjatuhkan pidana kurungan selama 3 bulan dan denda Rp1.000.000,00.
Asdi Dahlan adalah seorang kepala desa yang diikutsertakan oleh pelaksana kampanye dalam kegiatan kampanye Pemilu dan sebagai pelaksana Pemilu pada 9 April 2014 lalu. Dari dakwaan dan fakta dalam putusan Pengadilan Argamakmur tersebut, lanjutnya, Asdi merupakan made the otheratau turut serta. Hal itu menunjukkan bahwa ada pelaku lain yang turut menjadi terdakwa yaitu Pihak Terkait, Eni Khairani.
“Meski dapat mengelakkan penyidik dan penuntut umum untuk membawa yang bersangkutan di depan pengadilan, tidak dapat mengelakkan bahwa pelaku utama adalah Dra Hj. Eni Khairani yang sekaligus sebagai peserta pemilu DPD,” jelas Maruarar di ruang sidang pleno gedung MK, Jakarta, Selasa (10/6).
Oleh karena itu, meskipun dapat dielakkan penyidikan dan penuntutan terhadap anggota DPD terpilih Eni Khairani, menurut Maruarar, fakta-fakta dalam putusan Pengadilan Negeri Argamakmur yang telah berkekuatan hukum tetap telah menjadi hukum yang konkret bahwa tindak pidana tersebut telah dilakukan. “Putusan Pengadilan Negeri Argamakmur yang telah berkekuatan hukum tetap merupakan bukti yang sempurna tentang keterlibatan Eni Khairani dalam memenangkan dirinya melalui cara-cara yang melawan hukum,” imbuh mantan hakim konstitusi tersebut.
Prinsip konstitusi menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Hal tersebut menurutnya mengandung doktrin supremasi hukum yang mewajibkan warga negara dan penyelenggara negara, termasuk calon wakil rakyat atau wakil daerah tunduk pada hukum yang berlaku.
“Demi prinsip konstitusi tentang pemilu, yang luber-jurdil, serta untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN, Mahkamah Konstitusi seyogianya menyatakan peserta pemilu DPD dari Daerah Pemilihan Provinsi Bengkulu atas nama Eni Khairani tersebut dengan Nomor Urut 8, seharusnya didiskualifikasi dan tidak berhak untuk duduk sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah atau DPD RI,” tegasnya.
Keabsahan Scan C-1
Sementara ahli yang dihadirkan Partai Nasdem, Margarito Kamis menjelaskan keabsahan data scan formulir C-1 yang diunggah di laman resmi KPU. “Berdasarkan keterangan-keterangan yang disampaikan oleh komisioner KPU secara terbuka, nyata bahwa tujuan diadakannya web itu adalah untuk memastikan ketepatan data dan memudahkan publik mengawasi hasil perolehan data perolehan suara dari masing-masing partai,” jelasnya dalam persidangan.
Dari penegasan komisioner KPU tersebut, menurut Margarito, terlihat bahwa asal-usul data itu adalah dari TPS, yakni form C-1. Oleh karena itu, Margarito berpendapat bahwa karena sarana laman resmi itu resmi dan dibuat dengan cara yang sah, maka seluruh keadaan hukum yang termuat atau data yang termuat di dalamnya harus dinilai sah
“Atas dasar itu sekali lagi, saya berpendapat bahwa sarana karena sarananya dibentuk dengan cara yang sah, dibentuk oleh organ yang sah, dan data berasal dari dan diperoleh dan atau dimasukkan dengan cara yang sah, maka data itu bernilai sah. Oleh karena itu, dapat digunakan oleh siapapun termasuk digunakan sebagai alat bukti dalam Majelis Yang Mulia ini,” tutupnya. (Lulu Hanifah/mh)
sumber:
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Berita&id=9989#.U6Fa_i2nKDQ